Kamis, 27 Juni 2013

KICAU BERUJUNG KACAU : Sebuah cerpen 'aneh' Mahasiswa Galau

Namaku Nina, seorang pelajar. Masih duduk di bangku kelas satu SMA. Aku bersekolah di salah satu SMA negeri di kotaku. SMA Negeri 1 Pandan. SMA semi militer yang dibangun beberapa tahun sebelum berakhirnya rezim soeharto. Aku sangat menyukai sekolah ku bahkan aku cinta dengan sekolah ini. Terutama dengan asramanya. Ya, benar! Aku tinggal di asrama. Asrama berlantai empat dengan segala ceritanya.
            Sekolahku sangat kental dengan senioritasnya. Semua diatur dengan Undang-Undang Senior yang terdiri dari dua pasal. Pasal satu senior tidak pernah salah, pasal dua apabila senior salah, kembali ke pasal pertama. Selesai. Semua cerita berasal dari sini. Dari sekolah, asrama dan pasal  terjadi di zaman ini, zaman telekomunikasi. Saat dimana ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang, saat seluruh remaja asyik dengan gadgetnya dan beinteraksi di dunia maya.
***
            Masuk SMA semimiliter merupakan cobaan terbesar sepanjang 15 tahun hidupku. Walau ini merupakan keinginanku, aku tetap merasa ini sangat berat. Namun, demi konsistensi dengan orang tua dan untuk tetap menjaga nama ku yang sudah terlanjur baik di SMP ku dulu aku bertahan. Bertahan dengan segala kelelahan fisik dan mental yang silih berganti menghampiri.
            Namun, SMA semi militer ini tidak sepenuhnya cobaan. Dengan fasilitas yang sangat baik, untuk olahraga, seni dan teknologi, aku yakin seluruh potensiku akan berkembang disini. Selain itu,teman-temanku merupakan anak-anak yang cerdas, kreatif dan aktif. Seperti tertulis dalan teori di psikologi perkembangan, perkembangan individu dipengaruhi oleh 2 hal, herediter dan lingkungan. Jadi, bagaimanapun juga, dalam lingkungan dengan fasilitas dan teman-teman yang sedemikian rupa aku pasti berkembang.
            Dan benar, kemampuan ku sangat berkembang di SMA Negeri 1 Pandan. Lebih tepatnya kemampuan dalam bidang teknologi. Selain gemar bertualang di dunia google dan berkicau di jaringan sosial, kini aku sudah lebih paham tentang computer bukan hanya pada proses IPO (Input-Processing-Output) , Microsoft Word dan Excel dan Photo Editing. Lebih dari itu, aku sudah paham melebihi apa yang guruku ajarkan pasa seluruh muridnya. Namun, berkicau di jejaring sosial tetap merupakan hal yang paling sering aku lakukan dan tentu yang paling aku senangi. Berkicau di twitter.
            Setiap masalah, keluh kesah dan seluruh kegalauan selalu ku bagi di akun twitter ku. Dengan 140 karakter ku ceritakan di twitter. Termasuk masalah dimalam itu. Aku dimarahi oleh salah seorang senior. Dibentak dan dihukum di kamarnya. Hukumannya ringan saja squat jam 50 kali. Hukumannya tidak melelahkan, itu ringan saja. Hanya saja, kata-kata yang diucapkan sang senior sangat menusuk hati. Kalimat yang sangat menghina. Menghina hingga kepada sang Pencipta. Kalimat itu “pakeklah otak kau dek!!!
            Kalimat itu sederhana saja memang. Tetapi berhasil menusuk hingga ke hati ku. Aku tidak terima dikatai senior tidak pakai otak. Sepanjang perjalanan dari kamar senior menuju kamar ku, kalimat itu selalu terngiang. Seperti dikatakan berulang kali, dan setip kalimat itu kembali trngiang aku ingin marah. Aku ingi mengatakan “kakak yang tidak punya otak!!”
            Kemarahan itu aku bagian di twitter. Melalui telepon pintarku, aku menuliskan makian kepada sang senior.
Hey bitchie, kamu dong yang seharusnya pakai otak ! begitulah kicauku di alam twitter.
Setelah selesai berkicau, aku tidur.
***
            Keesokan paginya, hal pertama yang kulakukan tentu saja mengecek telepon pintar ku. Ada banyak pemberitahuan di twitter. Aku cek satu persatu, teman-teman ku bertanya siapa yang aku maksud dalam kicauanku. Dan tiba-tiba aku dikagetkan oleh daftar orang yang me-retweet kicauan ku. Selain teman-teman ku ada senior yang tadi malam menghukum aku. Aku kaget, teramat kaget dan tentu saja ketakutan. Ini akan menjadi masalah besar, karena aku telah menyebut senior dengan kata bitchie di jejaring sosial.
            Sungguhlah ketakutanku menjadi kenyataan. Saat disekolah, ketika aku melewati kelas senior tersebut, kembali aku dipanggil oleh sang senior. Kali ini dengan muka masam dan ditengah keramaian. Mau tidak mau aku mendatanginya. Aku merasakan darahku seakan-akan turun dan berkumpul dikaki, karena langkahku terasa sangat berat dan tanganku seperti tangan mayat. Putih dan dingin. Otak ku tak dapat memikirkan apa-apa. Aku merasa seperti tertimpa monitor computer era 90-an. Nafasku sesak namun tak mampu berbuat apa-apa.
            Akhirnya aku sampai dihadapan senior.
“dek, nanti malam ke kamar kakak lagi bisa dek?” Tanya si senior
“siap! Iya kak” jawabku singkat
“ya sudah, baliklah ke kelas mu sana” ucap sang senior
Lalu akupun bergegas kembali ke kelasku dengan langkah seribu. Setibanya dikelas, aku menghampiri Ika, teman dekatku. Dan tentu saja dia sudah tahu apa yang terjadi.
“apa kata kakak itu nin?” Tanya Ika
“aku disuruh ke kamar kakak itu nanti malam ka? Aduh, gimana ini? Aku harus jawab apa nanti malam?”
“udahlah santai aja. Itukan nanti malam. Jawab aja jujur, kau tak suka dibilang tidak punya otak”
“iya, kau bicara begitu mudah ika. Tapi aku, gimana mau bilang seperti itu sama senior? Habislah aku nanti, jadi santapan satu kamar!” ucapku kesal kepada Ika. Kali ini Ika tidak dapat menenangkan aku.
***
            Waktu berjalan dengan sangat cepat. Lebih cepat dari biasanya. Lebih cepat karena aku akan segera kembali ke kamar tersebut. Dan tentu saja, segala ketakutanku di waktu yang berputar dengan sangat cepat ini, seluruhnya aku luapkan di twitterland. Aku berkicau sepanjang hari.
Pertama aku berkicau “mampuslah aku ini x_x”
“bingung :s” kicauan ku sehabis bicara dengan Ika
“ayolah, ini tidak semengerikan yang kau bayangkan Nina!” kicauanku beberapa menit kemudian.
“otak ku ngga bisa mikir. Terlalu lelah untuk berpikir” kicauan ku pada jam istirahat
“masih takut. Banget!!” kicauanku selanjutnya
“takut juga bisa bikin lapat ternyata. Hahaha”
“ngga sabar nih buat nanti malam #eh”
“mama.. tolongin ninaaaa ;-(“
“5 jam lagi”
“butuh pacar buat nenangin aku”
“heboh sekali!”
“senior oh senior..”
            Dan masih banyak kicauan lainnya. Ngetweet memang membuat aku jauh lebih tenang. Secara psikologis juga dikatakan bahwa, menumpahkan luapan emosi memang baik bagi wanita. Tapi ngetweet tidak dapat membuat aku lepas dari masalah ini. Beberapa jam sebelum aku ke kamar sang senior, salah seorang temanku mendatangi ku sambil membawa telepon pintarnya.
“Nin, liatlah ini, tweet kakak ini ngeri-ngeri kali. Sepertinya untukmu” kata Lisa
“yang mana lis?” Tanya ku
“yang ini lohhh”
Lisa menunjukkan salah satu tweet yang berisi “kalok marah jangan di twitterlah adekku saying :*”
Tweet tersebut sontak membuat aku kaget dan semakin khawatir.
“ini ada lagi. Kakak itu mention-mentionan sama temannya. Mention-mentionan orang itu kayak mau ngebliangkan ke kau gitu nin!” kata Lisa
Aku terdiam. Semakin takut. Khawatir dengan apa yang akan terjadi nanti malam. Apakah mungkin dengan sang senior akan menghukum aku untuk squat jam 50 kali dengan kesalahan sefatal ini? Aku telah menyebutnya bitchie. Aku menyadari itu kasar sekali. Tapi aku tidak menyangka akan ketahuan seperti ini. Bagaimana mungkin seorang yang berbakat dibidang ini menjadi tersangka dan harus menghadap kepada seorang senior.?
****
Waktu untuk menghadap sang senior pun tiba. Dengan langkah yang sangat berat aku mendatangi kamar sang senior. Nafasku mulai sesak karena ketakutan. Tanganku juga dingin dan berkeringat. Seakan-akan ini adalah akhir hidupku. Tiba di depan kamar sang senior, aku mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok “siswi Nina izin masuk kak!”
Terdengar suara dari dalam “masuk dek!”
Lalu aku membuka pintu dan masuk “izin masuk kak”
Teryata ada empat orang senior didalam kamar. Selain sang senior ada dua orang senior yang berbakat dibidang IT dan satunya lagi terkenal sebagai senior yang baik hati. Lalu aku memberi hormat kepada masing-masing senior.
“selamat malam kak” kepada sang senior
“selamat malam kak” kepada senior baik hati
“selamat malam kak” kepada senior yang jago IT
“selamat malam kak” kepada senior yang jago IT yang lainnya
Setelah aku memberikan hormat, sang senior bertanya kepada ku
            “dek, kamu tahu kenapa kakak memanggil kamu kemari?”
            “siap, kurang tahu kak!” jawab ku singkat
“serius kurang tahu?” Tanya sang senior lagi
“siap, iya kak!” jawabku tegas
“kakak memanggil kamu malam ini, untuk menanyakan kenapa kemarin malam, kamu membuat tweet kasar?. Sebagai siswi di SMA seperti ini tidak sepantasnya kamu memaki di jejaring sosial”
“siap , iya kak” jawab ku
Lalu sang senior mendatangi dua senior yang jago IT, membisikkan sesuatu.
Lalu salah satu senior jago IT bertanya “dek, kamu tahu etika berkicau di twitter?”
“siap, kurang tahu kak. Saya hanya tau saya bebas untuk berkicau dan menyampaikan apa saja di twitter” jawabku
“ngga gitu dek. Walaupun orang bilang bebas, tapi tidak sebebas yang kamu bayangkan. Apa yang kamu kicaukan di twitter akan diketahui oleh semua orang di seluruh dunia” senior IT yang satunya lagi berusaha memberikan penjelasan
Lalu senior baik hati menambahi
“dek bayangkan saja kalau twitter itu seperti di lapangan apel sekolah. Setiap orang yang membuat tweet ibaratkan dengan berbicara di tengah lapangan menggunakan pengeras suara. Semua orang akan mendengarkan bukan?. Nah, seperti itu juga berkicau di twitter, mungkin pengikutmu hanya anak-anak SMA ini saja, tetapi apa pantas mereka membaca twit kasar seperti itu?”
“siap, tidak kak” jawab ku
“nah, walaupun pengikutmu hanya anak SMA ini saja, tetapi apakah seluruh dunia tidak bisa membuka akun mu? Tentu bisa bukan? Oleh karena itu kita harus beretika di twitter. Walaupun itu hanya dunia maya”.
“siap iya kak” jawabku dengan nada menyesal
Tiba-tiba ssang senior angkat bicara
“ jadi teman-teman, apalah hukuman yang baik untuk junior ku tersayang?”
“ya sudah, hukum saja untuk menghafal 12 etika di twitter dan menyebarkannya kepada teman-temannya”. Jawab senior baik hati
“oke, usulan diterima. Kalian dua setuju? “ tanyanya pada kedua senior jago IT
“ ya sudah, hukuman seperti itu sepertinya bagus” jawab salah satunya
Lalu sang senior menyerahkan sebuat kertas berisi etika ditwitter yang diambil dari internet.


“malam ini, hafal ya dek, besok pagi kita tes, apakah kamu sudah hafal atau belum” ucap sang senior
“siap iya kak” jawabku tegas
“oh ya, kakak juga minta maaf kalau tadi malam kakak mengatakan kamu tidak menggunakan otak kamu”
“siap iya kak!”
“ya sudah, kembalilah ke kamar mu!”
Lalu aku keluar kamar sang senior dengan nafas lega. Kembali ke kamar ku dan bersiap untuk menghafal keduabelas etika di twitter. Aku lega, sangat lega. Aku tidak menyangka sang senior akan menghukumku dengan cara ini. Aku sudah terlanjur berpikiran negative, bahwa sang senior akan menghukum ku dengan hukuman fisik. Karena seperti itulah biasanya. Mulai hari ini, aku akan  berusaha sebaik ini untuk mematuhi etika di twitter. Sebagai seorang yang berbakat dibidang IT tentu saja aku harus beretika. Karena demikianlah seharusnya.

-selesai-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar