Hai guyss..
Saya lagi suka-sukanya
dengan sajak Hujan Bulan Juni kararangan pak Sapardi Djoko Damono. Kenapa? Soalnya
rasanya ngena gitu. Sesuai dengan pengalaman pribadi dan semakin suka lagi
karena denger musikalisasi puisinya Ari-Reda. Huahh.. semakin baper.. hahaha
Berhubung karena saya suka,
sekarang saya mau share disini. Cekidot!
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga
itu
(Sapardi
Djoko Damono – 1989)
Menurutku,
puisi Sapardi Djoko Damono ini bisa mewakili semua perasaan mereka yang menanti
hujan di bulan juni.
Iyaa..
menanti hujan di bulan juni.
Kalau
dilihat dari waktu penulisannya, sajak ini ditulis tahun 1989, yang mana pada
tahun itu cuaca masih normal, belum seperti saat ini. Dan.. di tahun itu
mungkin hujan tak pernah turun di bulan juni, karena bulan juni musim kemarau.
Lalu,
kenapa dengan hujan bulan juni?
Menurutku,
Hujan di bulan juni mungkin mengibaratkan sebuah penantian dengan sesuatu yang
tidak mungkin.
Biar
lebih baper, mari kita mengibaratkan bahwa sajak ini bercerita tentang perasaan
(re.rasa cinta).
Dalam
puisi ini seperti mengisahkan seseorang yang menyadari bahwa perasaannya tak
mungkin sampai, harapannya tidak mungkin tercapai. Lalu, apa yang dia lakukan?
Ia
memilih untuk menyembunyikan perasaannya, berusaha menghapuskan perasannya dan
membiarkan perasaannya hilang.
Kenapa
ada kata tabah, bijak dan arif?
Menurutku
karena menanti sesuatu yang tidak mungkin maka menyembunyikan, menghapuskan dan
menghilangkan perasaannya (perasaan cintanya) adalah pilihan yang terbaik.
Menyadari bahwa cintanya tidak akan pernah sampai, menyadari semua adalah tidak
mungkin maka memendam dan menunggu hingga perasaan itu hilang itu adalah
pilihan yang terbaik.
Dalam
pohon ini hujan itu ibarat si pecinta dan bunga adalah yang dicintai. Waktu membaca
sajak ini, rasanya kaya si hujan berusaha keras untuk menyembunyikan
perasaannya. Tapi lihat di kalimat terakhir, dibiarkannya yang tak terucapkan di serap akar pohon bunga itu. Ngebaca
itu saya mikirnya kaya, si bunga bisa merasakan cintanya si hujan walaupun
hujan berusaha menyembunyikan bahkan menghilangkan perasaan cintanya.
Romantis
bgt ga sih?
Walau
menceritakan ketidakmungkinan/cinta yang tidak sampai atau penantian, saya
tetap melt ngebaca sajak ini (walau
sedikit sedih). It fell’s like si hujan punya cinta yang tulus dan besar, tapi
sayang ga mungkin diketahui sama si bunga.
Selain suka sajaknya, saya juga sudah baca novelnya pak SDD dengan Judul yang sama. Well, walau ini intepretasi baper, rasa yang saya dapatkan dari membaca sajak dan novelnya sama sih. sama-sama menceritakan rasa yang tidak mungkin sampai.
Jadi, di novel Hujan Bulan Juni itu dikisahkan tentang perasaan dua orang yang berbeda agama (jleb!), jelas bgtkan, ga mungkin kesampaian (kalau ga ada yang ngalah). Dari novel itu ada satu kalimat yang entah kenapa bikin baper bgt bgt bgt kira-kira begini kalimatnya " Kau didalam ku dan aku didalam mu, tidak adakah tempat lain selain disitu?"
jleb jleb jleb.. baper parah.
But, terlepas dari baper yang terjadi karena baca sajak dan novel itu, saya mau bilang kalau sajak dan novel itu bagus bgt. kata-katanya sederhana, kiasannya ga lebay tapi ngena ke perasaan. I think, it's perfect!. keren pak SDD!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar