Rabu, 11 September 2013

Resume BAB 1 : DASAR PERTIMBANGAN, KEBIJAKAN DAN KONSEP KETERBAKATAN KREATIVITAS


1.      Dasar Pertimbangan untuk Pengembangan Kreativitas
Hakikat Pendidikan
            Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Kreativitas atau daya cipta memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya
Kebutuhan akan Kreativitas
            Perhatian utama terhadap kreativitas dan kesadaran akan pentingnya bagi dunia ilmu pengetahuan datang dari bidang di luar psikologi. Perusahaan-perusahaan mengakui makna yang sangat besar dari gagasan-gagasan baru, banyak departemen pemerintah mencari orang-orang yang memiliki potensi kreatif-inventif. Kebutuhan-kebutuhan ini belum cukup dapat dilayani.
Kendala dalam Pengembangan Kreativitas
            Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian tentang kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas diasumsikan sebagai sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak yang dapat dilakukan memalui pendidikan untuk mempengaruhinya.
            Kendala konseptual lainnya terhadap ‘gerakan kreativitas’ terletak pada alat-alat ukur (tes) yang biasanya dipakai disekolah-sekolah yang hanya meliputi tugas-tugas yang harus dicari satu jawaban yang benar (berpikir konvergen). Kemampuan berpikir divergen dan kreatif, yaitu menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas suatu masalah, jarang diukur.
            Sebab utama lain dari kurangnya perhatian dunia pendidikan dan psikologi terhadap kreativitas terletak pada kesulitan merumuskan konsep kreativitas itu sendiri. Memang sukar untuk menentukan satu defenisi yang operasional dari kreativitas, karena kreativitas merupakan konsep yang majemuk dan multi dimensional, lepas dari kesulitan dalam terminology (daya cipta, daya kreasi atau kreativitas).
            Sebab lainnya adalah metodologis. Tuntutan alat ukur yang mudah digunakan dan objektif telah mengalihkan perhatian dari upaya untuk mengukur kemampuan kreatif, yang menuntut jenis tes divergen mana kala ada kemungkinan subjektivitas dalam penilaian.
Hubungan Kreativitas – Intelegensi
            Pengembangan kreativitas ditelantarkan dalam pendidikan formal, padahal amat bermakna bagi pengembangan potensi anak secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni budaya. Kemudian dengan diajukannya struktur intelektual, tampak perhatian terhadap kreativitas, termasuk hubungan antara kreativitas dan intelegensi sangatlah meningkat, khusunya sejauh mana intelegensi berpengaruh terhadap kreativitas seseorang.
            Sehubungan dengan masalah dimensionalitas intelegensi-kreativitas, dalam penelitian Utami Munandar (1977) dari hasil studi korelasi dan analisis faktor membuktikan tes kreativitas sebagai dimensi fungsi kognitif yang relative bersatu yang dapat dibedakan dari tes intelegensi, tetapi berpikir divergen juga menunjukkan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen.
Peran Intelegensi dan Kreativitas Terhadap Prestasi Sekolah
            Kelompok siswa yang kreativitasnya tinggi tidak berbeda dengan prestasi sekolah dari kelompok siswa yang intelegensinya relative lebih tinggi. Daya imajinasi, rasa ingin tau, dan orisinalitas dari subjek yang kreativitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingatan dan faktor-faktor lain yanh diukur oleh tes intelegensi tradisional. Kreativitas sama absahnya seperti intelegensi sebagai predictor dari prestasi sekolah.
            Adapun kombinasi dari intelegensi dan kreativitas lebih efektif lagi sebagai predictor prestasi sekolah dari pada masing-masing ukuran sendiri. Milgram (1990) menekankan bahwa IQ semata-mata tidak dapat meramalkan kreativitas dalam kehidupan nyata.
            Menurut Cropley (1994), keterbakatan yang sungguh-sungguh merupakan gabungan antara kemampuan konvensional dan kemampuan kreatif. Dengan mengetahui hubungan antara kreativitas, intelegensi, dan ingatan dengan prestasi belajar, bagaimana sumbangan relative masing-masing terhadap keberhasilan di sekolah, kita dapat menarik kesimpulan mengenai corak dan tujuan dari sistem pendidikan tersebut; inilah yang disebut diagnostic terbaik oleh Hofstee (1969).
Sikap Kreatif sebagai Non-Aptitude Trait dari Kreativitas
            Secara umum dapat diterima bahwa produktivotas kreatif merupakan perubah yang majemuk meliputi faktor sikap, motivasi dan tempramen di samping kemampuan kognitif. Cirri-ciri aptitude dari kreativitas meliputi kelancaran, kelenturan dan orisinilitas dalam berpikir, dan ciri-ciri ini dioperasionalisasikan dalam tes berpikir divergen. Namun produktivitas kreatif tidak sama dengan produktivitas divergen. Sejauh mana seseorang mampu menghasilkan prestasi kreatif ikut ditentukan oleh ciri-ciri non-aptitude (afektif).
            Sehubungan dengan itu pengembangan kreativitas siswa tidak hanya memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir kreatif tetapi juga pemupukan sikap dan ciri-ciri kepribadian kreatif. Keterbakatan merupakan perpautan antara kemampuan umum atau intelegensi, kreativitas dan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi internal yang juga merupakan non-aptitude trait.
Sikap Guru dan Orang Tua Mengenai Kreativitas
            Kedua lingkungan pendidikan ini dapat berfungsi sebagai pendorong dalam pengembangan kreativitas anak. Kemampuan kreatif seseorang sering begitu ditekan oleh pendidikan dan pengalamannya sehiangga ia tidak dapat mengenali potensi sepenuhnya, apalagi mewujudkannya. Jika ia dapat dibantu dalam hal ini, ia dapat mencapai apa yang disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa guru lebih menyukai siswa dengan kecerdasan tinggi daripada siswa kreatif.
2.      Dasar Pertimbangan untuk Pendidikan Anak Berbakat
Mengapa pelayanan pendidikan khusus bagi yang berbakat perlu, yaitu :
1.      Keterbakatan tumbuh dari prosesn interaktif antara lingkungan yang merangsang dan kemampuan pembawaan dan prosesnya.
2.      Pendidikan atau sekolah hendaknya dapat memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua anak untuk mengembangkan potensinya.
3.      Jika anak berbakat dibatasi dan dihambat dalam perkembangannya, jika mereka tidak dimungkinkan untuk maju lebih cepat dan memperoleh materi pengajaran sesuai dengan kemampuannya, sering mereka menjadi bosan, jengkel, atau acuh tak acuh.
4.      Terhadap kekhawatiran bahwa pelayanan pendidikan khusu bagi anak berbakat akan membentuk kelompok elite.
5.      Anak dan remaha berbakat merasa bahwa minat dan gagasan mereka sering berbeda dari teman sebaya, hal ini dapat membuat mereka merasa terisolasi, sehingga tidak jarang mereka membentuk konsep diri yang negative.
6.      Jika kebutuhan anak berbakat dipertimbangkan dan dirancang program untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka sejak awal, maka mereka menunjukkan peningkatan yang nyata dalam prestasi, sehingga tumbuh rasa kompetensi dan harga diri.
7.      Mereka yang berbakat jika diberi kesempatan dan pelayanan pendidikan yang sesuai akan dapat member sumbangan yang bermakna kepada masyarakat dalam semua bidang usaha manusia.
8.      Dari sejarah tokoh-tokoh yang unggul dalam bidang tertentu ternyata memang ada diantara mereka yang semasa kecil atau sewaktu dibangku sekolah tidak dikenal sebagai seorang yang menonjol dalam prestasi sekolah, namun mereka berhasil dalam hidup.

3.      Kebijakan
Kebijakan tentang Pelayanan Pendidikan Anak Berbakat
Pendidikan anak berbakat dinyatakan dalam :
·         Undang-Undang Repunlik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentag Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 8 ayat (2)
·         Pasal 24 ayat (1)
·         Pasal 24 ayat (7)
·         GBHN 1993
Kebijakan tentang Pengembangan Kreativitas
Terdapat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993
Peranan Kreativitas dalam Program Pendidikan Anak Berbakat
Meningkatkan kreativitas merupakan bagian integral dari kebanyakan program untuk anak berbakat. Hal ini tidak berarti bahwa kreativitas harus dilihat terpisah dari mata ajaran lainnya. Kreativitas hendaknya meresap dalam seluruh kurikulum dan iklim kelas melalui faktor-faktor seperti sikap menerima keunikan individu, pertanyaan yang berakhir terbuka, penjajakan dan kemungkinan membuat pilihan.
4.      Konsep Kreativitas
Kreativitas dan Aktualisasi Diri
            Damm (1970) menyimpulkan bahwa baik kreativitas maupun intelegensi berkorelasi dengan aktualisasi diri, dan tingkat aktualisasi diri yang tertinggi dicapai oleh siswa sekolah menengah yang sama-sama kreatif dan inteligen. Maslow membedakan antara kreativitas aktualisasi diri dengan kreativitas talenta khusus. Orang-orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta kreatif yang luar biasa dalam bidang seni, sastra, musi, teater, sains, bisnis, dan bidang lainnya.
Konsep Kreativitas dengan pendekatan Empat P
            Defenisi pribadi yang meliputi ciri-ciri seperti fleksibilitas, toleransi terhadap kedwiartian, dorongan untuk berprestasi dan mendapat pengakuan, keuletan dalam menghadapi rintangan, dan pengambilan resiko yang moderat.
            Defenisi proses yang meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil.
            Defenisi produk yang dikemukakan adalah bahwa produk itu harus nyata, baru dan merupakan hasil kualitas yang unik dari individu dalam interaksinya dengan lingkungannya.
            Defenisi press yaitu berupa dorongan atau hasrat internal untuk mencipta atau bersibuk diri.

5.      Konsep Anak Berbakat dan Keterbakatan
Defenisi USOE tentang Keterbakatan
            Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang professional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan – kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan diluar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri.
Kemampuan-kemampuan tersebut, baik secara potensial ,aupun yang telah nyata, meliputi:
·         Kemampuan intelektual umum
·         Kemampuan akademik khusus
·         Kemampuan berpikir kreatif-produktif
·         Kemampuan memimpin
·         Kemampuan dalam salah satu bidang seni
·         Kemampuan psikomotor
Beberapa implikasi dari defenisi ini bagi identifikasi dan pengembangan anak berbakat ialah, pertama, bahwa harus dibedakan antara bakat sebagai potensi yang mungkin belum terwujud dan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul. Potensi anak berbakat merupakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Implikasi dan manfaat kedua dari defenisi USOE ini adalah tuntutan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program pendidikan khusus sesuai dengan potensi, minat dan kemampuannya; hal ini sesuai dengan UU No.2 Pasal 24 Ayat (1).


Konsepsi Renzuli tentang Keterbakatan
Three-Ring Conception dari Renzulli dan kawan-kawan (1981) yang menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan criteria keterbakatan ialah keterkaitan antara :
·         Kemampuan umum diatas rata-rata
·         Kreativitas diatas rata-rata, dan
·         Pengikatan diri terhadap tugas.
Suatu defenisi mengetahui tiga kriteris berbakat, yakni:
·         Harus berdasarkan riset tentang karakteristik orang berbakat
·         Memberikn arah dalam seleksi dan/atau pengembangan instrument dan prosedur identifikasi
·         Memberikan arah dan berkaitan dengan praktek program, seperti seleksi mencari dan metode instruksi serta seleksi dan pelatihan guru anak berbakat.


Sumber: Munandar, Prof. Dr. Utami.2009.Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.Jakarta, Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar